sobatku88.me |
Aku baru kerja 4 bulan di perusahaan asing di Jakarta bos saya namanya Marvin yang berasala dari USA umurnya 45 tahun dengan waktu yang cepat kami semua karyawan sudah kenal dekat dengan Mr. Rich
biasanya dipanggil seperti itu.
Hobi kita sama yaitu bermain golf perusahaan kami bergerak di bidang advertising katanya teman
sekantor istri dari sibos cantik tubuhnya seksi kayak bintang Hollywood, karena aku belum pernah
melihat istri si Bos, hanya meilhat fotonya yang terpampang di ruangannya.
Meja kantor saya memang aku desain dengan nyaman dan aku selipakn foto aku dan istriku Windy yang berasal dari Bandung dan berumur 26 tahun, di meja kerja saya. Pada waktu Marvin melihat foto itu,
secara spontan dia memuji kecantikan Windy dan sejak saat itu pula saya mengamati kalau Marvin sering melirik ke foto itu, apabila kebetulan dia datang ke ruang kerja saya.
Suatu hari Marvin mengundang saya untuk makan malam di rumahnya, katanya untuk membahas suatu proyek,
sekaligus untuk lebih mengenal istri masing-masing.
“Dik, nanti malam datang ke rumah ya, ajak istrimu Windy juga, sekalian makan malam”.
“Lho, ada acara apa boss?”, kataku sok akrab.
“Ada proyek yg harus diomongin, sekalian biar istri saling kenal gitu”.
“Okelah!”, kataku.
Sesampainya di rumah, undangan itu aku sampaikan ke Windy. Pada mulanya Windy agak segan juga untuk pergi, karena menurutnya nanti agak susah untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan mereka.
Akan tetapi setelah kuyakinkan bahwa Marvin dan Istrinya sangat lancar berbahasa Indonesia, akhirnya Windy mau juga pergi.
“Ada apa sih Mas, kok mereka ngadain dinner segala?”.
“Tau, katanya sih, ada proyek apa.., yang mau didiskusikan”.
“Ooo.., gitu ya”, sambil tersenyum. Melihat dia tersenyum aku segera mencubit pipinya dengan gemas.
Kalau melihat Windy, selalu gairahku timbul, soalnya dia itu seksi sekali. Rambutnya terurai panjang,
dia selalu senam so.., punya tubuh ideal, dan ukurannya itu 34B yang padat kencang.
Pukul 19.30 kami sudah berada di apartemen Marvin yang terletak di daerah Jl. Gatot Subroto.
Aku mengenakan kemeja batik, sementara Windy memakai stelan rok dan kemeja sutera. Rambutnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan apapun.
Sesampai di Apertemen no.1009, aku segera menekan bel yang berada di depan pintu. Begitu pintu
terbuka, terlihat seorang wanita bule berumur kira-kiar 32 tahun, yang sangat cantik, dengan tinggi sedang dan berbadan langsing, yang dengan suara medok menegur kami.
“Oh Diko dan Windy yah?, silakan.., masuk.., silakan duduk ya!, saya Lidya istrinya Marvin”.
Ternyata Lidya badannya sangat bagus, tinggi langsing, rambut panjang, dan lebih manis
dibandingkan dengan fotonya di ruang kerja Marvin. Dengan agak tergagap, aku menyapanya.
“Hallo Mam.., kenalin, ini Windy istriku”.
Setelah Windy berkenalan dengan Lidya, ia diajak untuk masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam,
sementara Marvin mengajakku ke teras balkon apartemennya.
“Gini lho Dik.., bulan depan akan ada proyek untuk mengerjakan iklan.., ini.., ini.., dsb. Berani nggak kamu ngerjakan iklan itu”.
“Kenapa nggak, rasanya perlengkapan kita cukup lengkap, tim kerja di kantor semua tenaga terlatih,ngeliat waktunya juga cukup. Berani!”.
Aku excited sekali, baru kali itu diserahi tugas untuk mengkordinir pembuatan iklan skala besar.
Senyum Marvin segera mengembang, kemudian ia berdiri merapat ke sebelahku.
“Eh Dik.., gimana Lidya menurut penilaian kamu?”, sambil bisik-bisik.
“Ya.., amat cantik, seperti bintang film”, kataku dengan polos.
“Seksi nggak?”.
“Lha.., ya.., jelas dong”.
“Umpama.., ini umpama saja loo.., kalo nanti aku pinjem istrimu dan aku pinjemin Lidya untuk kamu
gimana?”.
Mendenger permintaan seperti itu terus terang aku sangat kaget dan bingung, perasanku sangat shock dan tergoncang. Rasanya kok aneh sekali gitu.
Sambil masih tersenyum-senyum, Marvin melanjutkan, “Nggak ada paksaan kok, aku jamin Windy dan Lidya pasti suka, soalnya nanti.., udah deh pokoknya kalau kau setuju.., selanjutnya serahkan pada saya.., aman kok!”.
Membayangkan tampang dan badan Lidya aku menjadi terangsang juga. Pikirku kapan lagi aku bisa menunggangi kuda putih? Paling-paling selama ini hanya bisa membayangkan saja pada saat menonton blue film.
Tapi dilain pihak kalau membayangkan Windy dikerjain si bule ini, yang pasti punya senjata yang besar,rasanya kok tidak tega juga.Tapi sebelum saya bisa menentukan sikap, Marvin telah melanjutkan dengan pertanyaan lagi, “Ngomong-ngomong Windy sukanya kalo making love style-nya gimana sih?”.
Tanpa aku sempat berpikir lagi, mulutku sudah ngomong duluan, “Dia tidak suka style yang aneh-aneh,
maklum saja gadis pingitan dan pemalu, tapi kalau vaginanya dijilatin, maka dia akan sangat terangsang!”.
“Wow.., aku justru pengin sekali mencium dan menjilati bagian vagina, ada bau khas wanita terpancadari situ.., itu membuat saya sangat terangsang!”, kata Marvin.
“Kalau Lidya sangat suka main di atas, doggy style dan yang jelas suka blow-job” lanjutnya.
Mendengar itu aku menjadi bernafsu juga, belum-belum sudah terasa ngilu di bagian bawahku membayangkan senjataku diisap mulut mungil Lidya itu.
Kemudian lanjut Marvin meyakinkanku, “Oke deh.., enjoy aja nanti, biar aku yang atur. Ngomong-ngomong
my wife udah tau rencana ini kok, dia itu orangnya selalu terbuka dalam soal seks.., jadi setuju aja”.
“Nanti minuman Windy aku kasih bubuk penghangat sedikit, biar dia agak lebih berani.., Oke.., yaa!”,
saya agak terkejut juga, apakah Marvin akan memberikan obat perangsang dan memperkosa nya? Wah kalau begitu tidak rela aku.
Aku setuju asal Windy mendapat kepuasan juga. Melihat mimik mukaku yang ragu-ragu itu, Marvin cepat-cepat menambahkan,
“Bukan obat bius atau ineks kok. Cuma pembangkit gairah aja”, kemudian dia menjelaskan selanjutnya,
“Oke, nanti kamu duduk di sebelah Lidya ya, Windy di sampingku”.
Selanjutnya acara makan malam berjalan lancar. Juga rencana Marvin. Setelah makan malam selesai kelihatannya bubuk itu mulai bereaksi. Windy kelihatan agak gelisah, pada dahinya timbul keringat halus, duduknya kelihatan tidak tenang, soalnya kalau nafsunya lagi besar, dia agak gelisah dan keringatnya lebih banyak keluar.
Melihat tanda-tanda itu, Richard mengedipkan matanya pada saya dan berkata pada Windy, “Win.., mari duduk di depan TV saja, lebih dingin di sana!”, dan tampa menunggu jawaban Windy, Marvin segera berdiri, menarik kursi Windy dan menggandengnya ke depan TV 29 inchi yang terletak di ruang tengah.
Aku ingin mengikuti mereka tapi Lidya segera memegang tanganku.
“Dik, diliat aja dulu dari sini, ntar kita juga akan bergabung dengan mereka kok”. Memang dari ruang makan kami dapat dengan jelas menyaksikan tangan Marvin mulai bergerilya di pundak dan punggung Windy, memijit-mijit dan mengusap-usap halus.
Sementara Windy kelihatan makin gelisah saja, badannya terlihat sedikit menggeliat dan dari mulutnya terdengar desahan setiap kali tangan Marvin yang berdiri di belakangnya menyentuh dan memijit pundaknya.
Lidya kemudian menarikku ke kursi panjang yang terletak di ruang makan. Dari kursi panjang tersebut,
dapat terlihat langsung seluruh aktivitas yang terjadi di ruang tengah, kami kemudian duduk di kursi panjang tersebut.
Terlihat tindakan Marvin semakin berani, dari belakang tangannya dengan trampil mulai melepaskan
kancing kemeja batik Windy hingga kancing terakhir. BH Windy segera menyembul, menyembunyikan dua bukit mungil kebanggaanku dibalik balutannya.
Kelihatan mata Windy terpejam, badannya terlihat lunglai lemas, aku menduga-duga,
“Apakah Windy telah diberi obat tidur, atau obat perangsang oleh Marvin?, atau apakah Windy pingsan atau sedang terbuai menikmati permainan tangan Marvin?”.
Windy tampaknya pasrah seakan-akan tidak menyadari keadaan sekitarnya. Timbul juga perasaan cemburu berbarengan dengan gairah menerpaku, melihat Windy seakan-akan menyambut setiap belaian dan usapan Marvin dikulitnya dan ciuman nafsu Marvin pun disambutnya dengan gairah.
Melihat apa yang tengah diperbuat oleh si bule terhadap istriku, maka karena merasa kepalang tanggung,
aku juga tidak mau rugi, segera kualihkan perhatianku pada istri Marvin yang sedang duduk di sampingku.
Niat untuk merasakan kuda putih segera akan terwujud dan tanganku pun segera menyelusup ke dalam rok
Lidya, terasa bukit kemaluannya sudah basah, mungkin juga telah muncul gairahnya melihat suaminya sedang mengerjai wanita mungil.
Dengan perlahan jemariku mulai membuka pintu masuk ke lorong kewanitaannya, dengan lembut jari tengahku menekan clitorisnya. Desahan lembut keluar dari mulut Lidya yang mungil itu, “aahh..,
aaghh.., aagghh”, tubuhnya mengejang, sementara tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
Sementara itu di ruang sebelah, Marvin telah meningkatkan aksinya terhadap Windy, terlihat Windy telah dibuat polos oleh Marvin dan terbaring lunglai di sofa.
Badan Windy yang ramping mulus dengan buah dadanya tidak terlalu besar, tetapi padat berisi, perutnya yang rata dan kedua bongkahan pantatnya yang terlihat mulus menggairahkan serta gundukan kecil yang membukit yang ditutupi oleh rambut-rambut halus yang terletak diantara kedua paha atasnya terbuka dengan jelas seakan-akan siap menerima serangan-serangan selanjutnya dari Marvin.
Kemudian Marvin menarik Windy berdiri, dengan Marvin tetap di belakangnya, kedua tangan Marvin menjelajahi seluruh lekuk dan ngarai istriku itu. Aku sempat melihat ekspresi wajah Windy, yang dengan matanya yang setengah terpejam dan dahinya agak berkerut seakan-akan sedang menahan suatu kenyerian yang melanda seluruh tubuhnya dengan mulutnya yang mungil setengah terbuka.
Menunjukan Windy menikmati benar permainan dari Marvin terhadap badannya itu, apalagi ketika jemari Marvin berada di semak-semak kewanitaannya, sementara tangan lain Marvin meremas-remas puting susunya, terlihat seluruh badan Windy yang bersandar lemas pada badan Marvin, bergetar dengan hebat.
Saat itu juga tangan Lidya telah membuka zipper celana panjangku, dan bagaikan orang kelaparan terus berusaha melepas celanaku tersebut. Untuk memudahkan aksinya aku berdiri di hadapannya, dengan melepaskan bajuku sendiri.
Setelah Lidya selesai dengan celanaku, gilirannya dia kutelanjangi. Wow.., kulit badannya mulus seputih susu, payudaranya padat dan kencang, dengan putingnya yang berwarna coklat muda telah mengeras, yang terlihat telah mencuat ke depan dengan kencang.
Aku menyadari, kalau diadu besarnya senjataku dengan Marvin, tentu aku kalah jauh dan kalau aku langsung main tusuk saja, tentu Lidya tidak akan merasa puas, jadi cara permainanku harus memakai teknik yang lain dari lain.
Maka sebagai permulaan kutelusuri dadanya, turun ke perutnya yang rata hingga tiba di lembah diantara kedua pahanya mulus dan mulai menjilat-jilat bibir kemaluannya dengan lidahku.
Kududukkan Lidya kembali di sofa, dengan kedua kakinya berada di pundakku. Sasaranku adalah vaginanya yang telah basah. Lidahku segera menari-nari di permukaan dan di dalam lubang vaginanya.
Menjilati clitorisnya dan mempermainkannya sesekali. Kontan saja Lidya berteriak-teriak keenakan dengan suara keras,
” Ooohh.., oohh.., sshh.., sshh”. Sementara tangannya menekan mukaku ke vaginanya dan tubuhnya menggeliat-geliat. Tanganku terus melakukan gerakan meremas-remas di sekitar payudaranya. Pada saat bersamaan suara Windy terdengar di telingaku saat ia mendesah-desah,
“Oooh.., aagghh!”, diikuti dengan suara seperti orang berdecak-decak. Tak tahu apa yang diperbuat Marvin pada istriku, sehingga dia bisa berdesah seperti itu. Windy sekarang telah telentang di atas sofa, dengan kedua kakinya terjulur ke lantai dan Marvin sedang berjongkok diantara kedua paha Windy yang sudah terpentang dengan lebar.
Kepalanya terbenam diantara kedua paha Windy yang mulus. Bisa kubayangkan mulut dan lidah Marvin sedang mengaduk-aduk kemaluan Windy yang mungil itu. Terlihat badan Windy menggeliat-geliat dan kedua tangannya mencengkeram rambut Marvin dengan kuat. ‘’
Aku sendiri makin sibuk menjilati vagina Lidya yang badannya terus menggerinjal-gerinjal keenakan dan dari mulutnya terdengar erangan,
“Ahh.., yaa.., yaa.., jilatin.., Ummhh”. Desahan-desahan nafsu yang semakin menegangkan otot-otot penisku.
“Aahh.., Dik.., akuu.., aakkuu.., oohh.., hh!”, dengan sekali hentakan keras pinggul Lidya menekan ke mukaku, kedua pahanya menjepit kepalaku dengan kuat dan tubuhnya menegang terguncang-guncang dengan hebat dan diikuti dengan cairan hangat yang merembes di dinding vaginanya pun semakin deras, saat ia mencapai organsme.
Tubuhnya yang telah basah oleh keringat tergolek lemas penuh kepuasan di sofa. Tangannya mengusap-usap lembut dadaku yang juga penuh keringat, dengan tatapan yang sayu mengundangku untuk bertindak lebih jauh.
Ketika aku menengok ke arah Marvin dan istriku, rupanya mereka telah berganti posisi. Windy kini telentang di sofa dengan kedua kakinya terlihat menjulur di lantai dan pantatnya terletak pada tepi
sofa, punggung Windy bersandar pada sandaran sofa.
Sehingga dia bisa melihat dengan jelas bagian bawah tubuhnya yang sedang menjadi sasaran tembak Marvin.
Marvin mengambil posisi berjongkok di lantai diantara kedua paha Windy yang telah terpentang lebar.
Aku merasa sangat terkejut juga melihat senjata Marvin yang terletak diantara kedua pahanya yang berbulu pirang itu, penisnya terlihat sangat besar kurang lebih panjangnya 20 cm dengan lingkaran yang kurang lebih 6 cm dan pada bagian kepala penisnya membulat besar bagaikan topi baja tentara saja.
Terlihat Marvin memegang penis raksasanya itu, serta di usap-usapkannya di belahan bibir kemaluan
Windy yang sudah sedikit terbuka, terlihat Windy dengan mata yang terbelalak melihat ke arah senjata Marvin yang dahsyat itu, sedang menempel pada bibir vaginanya.
Kedua tangan Windy kelihatan mencoba menahan badan Marvin dan badan Windy terlihat agak melengkung,
pantatnya dicoba ditarik ke atas untuk mengurangi tekanan penis raksasa Marvin pada bibir vaginanya.
Akan tetapi dengan tangan kanannya tetap menahan pantat Windy dan tangan kirinya tetap menuntun penisnya agar tetap berada pada bibir kemaluan Windy, sambil mencium telinga kiri Windy, terdengar Marvin berkata perlahan,
“Wiinn.., maaf yaa.., saya mau masukkan sekarang.., boleh?”, terlihat kepala Windy hanya menggeleng-geleng kekiri kekanan saja, entah apa yang mau dikatakannya, dengan pandangannya yang sayu menatap ke arah kemaluannya yang sedang didesak oleh penis raksasa Marvin itu dan mulutnya terkatup rapat seakan-akan menahan kengiluan.
Marvin, tanpa menunggu lebih lama lagi, segera menekan penisnya ke dalam lubang vagina Windy yang telah basah itu, biarpun kedua tangan Windy tetap mencoba menahan tekanan badan Marvin.
Mungkin, entah karena tusukan penis Marvin yang terlalu cepat atau karena ukuran penisnya yang over size, langsung saja Windy berteriak kecil,
“Aduuh.., pelan-pelan.., sakit nih”, terdengar keluhan dari mulutnya dengan wajah yang agak meringis,mungkin menahan rasa kesakitan. Kedua kaki Windy yang mengangkang itu terlihat menggelinjang.
Kepala penis Marvin yang besar itu telah terbenam sebagian di dalam kemaluan Windy, kedua bibir kemaluannya menjepit dengan erat kepala penis Marvin, sehingga belahan kemaluan Windy terlihat terkuak membungkus dengan ketat kepala penis Marvin itu.
Kedua bibir kemaluan Windy tertekan masuk begitu juga clitoris Windy turut tertarik ke dalam akibat besarnya kemaluan Marvin.
Marvin menghentikan tekanan penisnya, sambil mulutnya mengguman, “Maaf.., Win.., saya sudah menyakitimu.., maaf yaa.., Wiin!”.
“aagghh.., jangan teerrlalu diipaksakan.., yaahh.., saayaa meerasa.., aakan.., terbelah.., niih..,sakiitt.., jangan.., diiterusiinn”.
Windy mencoba menjawab dengan badannya terus menggeliat-geliat, sambil merangkulkan kedua tangannya dipungung Marvin.
“Wiinn.., saya mau masukkan lagi.., yaa.., dan tolong katakan yaa.., kalau Windy masih merasa sakit”,
sahut Marvin dan tanpa menunggu jawaban Windy, segera saja Richard melanjutkan penyelaman penisnya ke dalam lubang vagina Windy yang tertunda itu, tetapi sekarang dilakukannya dengan lebih pelan pelan.
Ketika kepala penisnya telah terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluan Windy, terlihat muka Windy meringis, tetapi sekarang tidak terdengar keluhan dari mulutnya lagi hanya kedua bibirnya terkatup erat dengan bibir bawahnya terlihat menggetar.
Terdengar Marvin bertanya lagi, “Wiinn.., sakit.., yaa?”, Windy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,sambil kedua tangannya meremas bahu Marvin dan Marvin segera kembali menekan penisnya lebih dalam,masuk ke dalam lubang kemaluan Windy.
Secara pelahan-lahan tapi pasti, penis raksasa itu menguak dan menerobos masuk ke dalam sarangnya.
Ketika penis Marvin telah terbenam hampir setengah di dalam lubang vagina Windy, terlihat Windy telah pasrah saja dan sekarang kedua tangannya tidak lagi menolak badan Marvin.
Akan tetapi sekarang kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada tepi sofa. Marvin menekan lebih dalam lagi, kembali terlihat wajah Windy meringis menahan sakit dan nikmat, kedua pahanya terlihat menggeletar,
Tetapi karena Windy tidak mengeluh maka Marvin meneruskan saja tusukan penisnya dan tiba-tiba saja,
“Blees”, Marvin menekan seluruh berat badannya dan pantatnya menghentak dengan kuat ke depan memepetin pinggul Windy rapat-rapat pada sofa.
Pada saat yang bersamaan terdengar keluhan panjang dari mulut Windy, “Aduuh”, sambil kedua tangannya
mencengkeram tepi sofa dengan kuat dan badannya melengkung ke depan serta kedua kakinya terangkat ke atas menahan tekanan penis Richard di dalam kemaluannya.
Marvin mendiamkan penisnya terbenam di dalam lubang vagina Nindy sejenak, agar tidak menambah sakit
Windy sambil bertanya lagi,
“Wiinn.., sakit.., yaa? Tahan dikit yaa, sebentar lagi akan terasa nikmat!”, Windy dengan mata
terpejam hanya menggelengkan kepalanya sedikit seraya mendesah panjang,
“aagghh.., kit!”, lalu Marvin mencium wajah Windy dan melumat bibirnya dengan ganas. Terlihat pantat
Marvin bergerak dengan cepat naik turun, sambil badannya mendekap tubuh mungil Windy dalam pelukannya.
Tak selang lama kemudian terlihat badan Windy bergetar dengan hebat dari mulutnya terdengar keluhan panjang,
“Aaduuh.., oohh.., sshh.., sshh”, kedua kaki Windy bergetar dengan hebat, melingkar dengan ketat pada pantat Marvin, Windy mengalami orgasme yang hebat dan berkepanjangan. Selang sesaat badan Windy terkulai lemas dengan kedua kakinya tetap melingkar pada pantat Marvin yang masih tetap berayun-ayun itu.
aah, suatu pemandangan yang sangat erotis sekali, suatu pertarungan yang diam-diam yang diikuti oleh penaklukan disatu pihak dan penyerahan total dilain pihak.
“Dik.., ayo aku mau kamu”, suara Lidya penuh gairah di telingaku. Kuletakkan kaki Lidya sama dengan posisi tadi, hanya saja kini senjataku yang akan masuk ke vaginanya. Duh, rasanya kemaluan Lidya masih rapet saja, aku merasakan adanya jepitan dari dinding vagina Lidya pada saat rudalku hendak menerobos masuk.
“Lid.., kok masih rapet yahh”. Maka dengan sedikit tenaga kuserudukkan saja rudalku itu menerobos liang vaginanya. “Aagghh”, mata Lidya terpejam, sementara bibirnya digigit.
Tapi ekspresi yang terpancar adalah ekspresi kepuasan. Aku mulai mendorong-dorongkan penisku dengan gerakan keluar masuk di liang vaginanya. Diiringi erangan dan desahan Lidya setiap aku menyodokkan penisku, melihat itu aku semakin bersemangat dan makin kupercepat gerakan itu. Bisa kurasakan bahwa liang kemaluannya semakin licin oleh pelumas vaginanya.
“Ahh.., ahh”, Lidya makin keras teriakannya.
“Ayo Dik.., terus”.
“Enakk.., eemm.., mm!”.
Tubuhnya sekali lagi mengejang, diiringi leguhan panjang, “Uuhh..hh..” “Lid.., boleh di dalam..,yaah”, aku perlu bertanya pada dia, mengingat aku bisa saja sewaktu-waktu keluar.
“mm..”.
Kaki Lidya kemudian menjepit pinggangku dengan erat, sementara aku semakin mempercepat gerakan sodokan penisku di dalam lubang kemaluannya. Lidya juga menikmati remasan tanganku di buah dadanya.
“Nih.., Lid.., terima yaa”.
Dengan satu sodokan keras, aku dorong pinggulku kuat-kuat, sambil kedua tanganku memeluk badan Lidyya dengan erat dan penisku terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluannya dan saat bersamaan cairan maniku menyembur keluar dengan deras di dalam lubang vagina Lidya.
Badanku tehentak-hentak merasakan kenikmatan orgasme di atas badan Lidya, sementara cairan hangat maniku masih terus memenuhi rongga vagina Lidya, tiba-tiba badan Lidya bergetar dengan hebat dan kedua pahanya menjepit dengan kuat pinggul saya diikuti keluhan panjang keluar dari mulutnya,
“..aagghh.., hhm!”, saat bersamaan Lidya juga mengalami orgasme dengan dahsyat.
Setelah melewati suatu fase kenikmatan yang hebat, kami berdua terkulai lemas dengan masih berpelukanmerat satu sama lain. Dari pancaran sinar mata kami, terlihat suatu perasaan nikmat dan puas akan apa yang baru kami alami.
Aku kemudian mencabut senjataku yang masih berlepotan dan mendekatkannya ke muka Lidya. Dengan isyarat agar ia menjilati senjataku hingga bersih. Ia pun menurut. Lidahnya yang hangat menjilati penisku hingga bersih. “Ahh..”. Dengan kepuasan yang tiada taranya aku merebahkan diri di samping Lidya.
Kini kami menyaksikan bagaimana Marvin sedang mempermainkan Windy, yang terlihat tubuh mungilnya telah lemas tak berdaya dikerjain Marvin, yang terlihat masih tetap perkasa saja. Gerakan Marvin terlihat mulai sangat kasar, hilang sudah lemah lembut yang pernah dia perlihatkan.
Mulai saat ini Marvin mengerjai Windy dengan sangat brutal dan kasar. Windy benar-benar dipergunakan sebagai objek seks-nya. Saya sangat takut kalau-kalau Marvin menyakiti Windy, tetapi dilihat dari ekspresi muka dan gerakan Windy ternyata tidak terlihat tanda-tanda penolakan dari pihak Windy atas apa yang dilakukan oleh Marvin terhadapnya.
Marvin mencabut penisnya, kemudian dia duduk di sofa dan menarik Windy berjongkok diantara kedua kakinya, kepala Windy ditariknya ke arah perutnya dan memasukkan penisnya ke dalam mulut Windy sambil memegang belakang kepala Windy.
Dia membantu kepala Windy bergerak ke depan ke belakang, sehingga penisnya terkocok di dalam mulut Windy. Kelihatan Windy telah lemas dan pasrah, sehingga hanya bisa menuruti apa yang diingini oleh Marvin, hal ini dilakukan Marvin kurang lebih 5 menit lamanya.
Marvin kemudian berdiri dan mengangkat Windy, sambil berdiri Marvin memeluk badan Windy erat-erat.
Kelihatan tubuh Windy terkulai lemas dalam pelukan Marvin yang ketat itu. Tubuh Windy digendong sambil kedua kaki Windy melingkar pada perut Marvin dan langsung Marvin memasukkan penisnya ke dalam kemaluan Windy.
Ini dilakukannya sambil berdiri. Badan Windy terlihat tersentak ke atas ketika penis raksasa Marvin menerobos masuk ke dalam lubang kemaluannya dari mulutnya terdengar keluhan, “aagghh!”, Windy terlihat seperti anak kecil dalam gendongan Marvin.
Kaki Windy terlihat merangkul pinggang Marvin, sedangkan berat badannya disanggah oleh penis Marvin.
Marvin berusaha memompa sambil berdiri dan sekaligus mencium Windy. Pantat Windy terlihat merekah dan tiba-tiba Marvin memasukkan jarinya ke lubang pantat Windy.
“Ooohh!”. Mendapat serangan yang demikian serunya dari Marvin, badan Windy terlihat menggeliat-geliat dalam gendongan Marvin. Suatu pemandangan yang sangat seksi.
Ketika Marvin merasa capai, Windy diturunkan dan Marvin duduk pada sofa. Windy diangkat dan didudukan pada pangkuannya dengan kedua kaki Windy terkangkang di samping paha Marvin dan Marvin memasukkan penisnya ke dalam lubang kemaluan Windy dari bawah.
Dari ruang sebelah saya bisa melihat penis raksasa Marvin memaksa masuk ke dalam lubang kemaluan Windy yang kecil dan ketat itu. Vaginanya menjadi sangat lebar dan penis Marvin menyentuh paha Windy.
Kedua tangan Marvin memegang pinggang Windy dan membantu Windy memompa penis Marvin secara teratur,
setiap kali penis Marvin masuk, terlihat vaginanya ikut masuk ke dalam dan cairan putih terbentuk di pinggir bibir vaginanya. Ketika penisnya keluar, terlihat vaginanya mengembang dan menjepit penis Marvin. Mereka melakukan posisi ini cukup lama.
Kemudian Marvin mendorong Windy tertelungkup pada sofa dengan pantat Windy agak menungging ke atas dan kedua lututnya bertumpu di lantai. Marvin akan bermain doggy style. Ini sebenarnya adalah posisi yang paling disukai oleh Windy.
Dari belakang pantat Windy, Marvin menempatkan penisnya diantara belahan pantat Windy dan mendorong penisnya masuk ke dalam lubang vagina Windy dari belakang dengan sangat keras dan dalam, semua penisnya amblas ke dalam vagina Windy.
Jari jempol tangan kiri Marvin dimasukkan ke dalam lubang pantat. Windy setengah berteriak,
“aagghh!”, badannya meliuk-liuk mendapat serangan Marvin yang dahsyat itu. Badan Windy dicoba ditarik ke depan, tapi Marvin tidak mau melepaskan, penisnya tetap bersarang dalam lubang kemaluan Windy dan mengikuti arah badan Windy bergerak.
Windy benar-benar dalam keadaan yang sangat nikmat, desahan sudah berubah menjadi erangan dan erangan sudah berubah menjadi teriakan, “Ooohhmm.., aaduhh!”. Marvin mencapai payudara Windy dan mulai meremas-remasnya.
Tak lama kemudian badan Windy bergetar lagi, kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada sofa, dari mulutnya terdengar,
“Aahh.., aahh.., sshh.., sshh!”. Windy mencapai orgasme lagi, saat bersamaan Marvin mendorong habis pantatnya sehingga pinggulnya menempel ketat pada bongkahan pantat Windy, penisnya terbenam seluruhnya ke dalam kemaluan Windy dari belakang.
Sementara badan Windy bergetar-getar dalam orgasmenya, Marvin sambil tetap menekan rapat-rapat penisnya ke dalam lubang kemaluan Windy, pinggulnya membuat gerakan-gerakan memutar sehingga penisnya yang berada di dalam lubang vagina Windy ikut berputar-putar mengebor liang vagina Windy sampai ke sudut-sudutnya.
Setelah badan Windy agak tenang, Marvin mencabut penisnya dan menjilat vagina Windy dari belakang.
Vagina Windy dibersihkan oleh lidah Marvin. Kemudian badan Windy dibalikkannya dan direbahkan di sofa. Marvin memasukkan penisnya dari atas, sekarang tangan Windy ikut aktif membantu memasukkan penis Marvin ke vaginanya.
Kaki Windy diangkat dan dilingkarkan ke pinggang Marvin. Marvin terus menerus memompa vagina Windy.
Badan Windy yang langsing tenggelam ditutupi oleh badan Marvin, yang terlihat oleh saya hanya pantat dan lubang vagina yang sudah diisi oleh penis Marvin.
Kadang-kadang terlihat tangan Windy meraba dan meremas pantat Marvin, sekali-kali jarinya di masukkan ke dalam lubang pantat Marvin.
Gerakan pantat Marvin bertambah cepat dan ganas memompa dan terlihat penisnya yang besar itu dengan cepat keluar masuk di dalam lubang vagina Windy, tiba-tiba,
“Ooohh.., oohh!”, dengan erangan yang cukup keras dan diikuti oleh badannya yang terlonjak-lonjak,
Marvin menekan habis pantatnya dalam-dalam, mememetin pinggul Windy ke sofa, sehingga penisnya terbenam habis ke dalam lubang kemaluan Windy.
Pantat Marvin terkedut-kedut sementara penisnya menyemprotkan spermanya di dalam vagina Windy, sambil kedua tangannya mendekap badan Windy erat-erat. Dari mulut Windy terdengar suara keluhan, “Sssh..,sshh.., hhmm.., hhmm!”, menyambut semprotan cairan panas di dalam liang vaginanya.
Setelah berpelukan dengan erat selama 5 menit, Marvin kemudian merebahkan diri di atas badan Windy yang tergeletak di sofa, tanpa melepaskan penisnya dari vagina Windy. Windy melihat ke saya dan memberikan tanda bahwa yang satu ini sangat nikmat.
Aku tidak bisa melihat ekspresi Marvin karena terhalang olah tubuh Windy. Yang jelas dari sela-sela selangkangan Windy mengalir cairan mani. Kemudian Windy pun seperti kebiasaan kami membersihkan penis Marvin dengan mulutnya, itu membuat Marvin mengelinjang keenakan.
Malam itu kami pulang menjelang subuh, dengan perasaan yang tidak terlupakan. Kami masih sempat bermain 2 ronde lagi dengan pasangan itu.
Komentar
Posting Komentar